Search
Testimonial
Visitor Maps
Site Statistic
Content View Hits : 3911197Who,s Online
We have 54 guests online| KISAH USTADZ HILMI DARI TERLILIT UTANG HINGGA PENGUASA LEMBANG |
| Monday, 04 March 2013 09:56 |
|
Beginilah kehidupan Hilmi Aminuddin sepulang menamatkan kuliah pada akhir 1979 dari Fakultas Syariah Universitas Islam, Madinah, Arab Saudi.Dia menjadi juru dakwah di kedutaan Besar Saudi di Jakarta. Hilmi saat itu masih hidup merana. Istrinya tidak bekerja. Mereka mengontrak rumah petakan tanpa dilapisi ubin di Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Hidupnya mengandalkan pendapatan bulanan sebagai dai. "Motor saja dia tidak punya," kata Yusuf Supendi, salah satu pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Dia lantas pindah menyewa rumah agak lebih besar di daerah Kalimalang, Jakarta Timur. Sang istri, Nining, mulai membantu suaminya dengan berjualan busana muslimah. Istri Yusuf Supendi termasuk rekanan bisnisnya. Meski begitu, kehidupan Hilmi masih jauh dari sejahtera. Motor pertama dia peroleh dari jatah kredit seorang guru kader PKS bernama Bali Pranowo. Kemudian mendiang Sarwizih, pengusaha ban sekaligus murid Hilmi, membelikan dia mobil Kijang seharga Rp 4,6 juta. Lantas dia mendapat mobil jip Rocky dengan uang muka dan cicilan bulanan dibayarkan oleh mantan Menteri Riset dan Teknologi Suharna. Setelah mendirikan Partai Keadilan pada 1998, Hilmi mulai rajin mencari dana buat menghidupi partai baru itu. Yusuf mengungkapkan Hilmi rajin mondar-mandir Timur Tengah. Menurut informasi dia peroleh, setoran itu berasal dari lembaga sosial atau donatur pribadi di Kuwait, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan belakangan Qatar. "Hilmi sendiri cerita sama saya. Kalau nggak salah pernah ada setoran Rp 800 juta." Perlahan kehidupannya merangkak naik. Dia bisa membangun rumah tiga lantai di dekat kontrakannya di Kalimalang. Kemudian pada 2003, dia membangun vila di Cinangka, Pantai Karang Bolong, Banten. Hingga 2004, rapat majelis syuro sering menggunakan vila itu. Yusuf mengatakan vila itu terdiri dari belasan bangunan dan masing-masing meliputi dua lantai. Vila itu berdiri di atas lahan milik orang NII (Negara Islam Indonesia) yang diserahkan kepada Danu Muhammad Hasan, ayah Hilmi, dan diakui sebagai wakaf Haji Malik (tokoh Banten). Empat tahun kemudian, dia membangun rumah dan penginapan dilengkapi pelbagai fasilitas di Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Konon ukuran luasnya bukan hektar tapi bukit. "Lima bulan lalu ada yang cerita ke saya sudah memiliki dua bukit, mau membeli bukit ketiga," tutur Yusuf. Dia juga memperoleh informasi Hilmi memiliki peternakan sapi di Desa Cibodas, Lembang, dan kabarnya pabrik susu miliknya lebih canggih ketimbang pabrik Indomilk di Pasar Rebo. Menurut Yusuf, kekayaan Hilmi mulai melonjak sejak 2004. Menjelang kampanye, dia menerima Rp 500 juta dari pengusaha Arifin Panigoro. "Hilmi Aminuddin bercerita kepada istri saya." Mengutip edisi khusus majalah Tempo, Desember 2006, Hilmi dan komplotannya dicurigai menerima RP 21 miliar lantaran menyokong pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid pada putaran pertama pemilihan presiden 2004. Menurut Yusuf, informasi adanya uang politik itu juga diperoleh Ketua Dewan Kewanitaan PKS Nursanita Nasution dari teman kuliahnya menjadi tim sukses Wiranto. Padahal, kata dia, 70 persen anggota majelis syuro sepakat mendukung pasangan Amien Rais-Siswono Yudohusodo. Dengan alasan fulus pula, Yusuf menambahkan, Hilmi menjatuhkan pilihan kepada pasangan Susilo Bambang Yuhoyono-Muhammad Jusuf Kalla dalam babak kedua. Dia mendapatkan informasi dari Hasan Basyir, orang Sudan yang membantu dakwah di Indonesia, yang diceritakan langsung oleh wartawan stasiun televisi Aljazeera Othman al-Batiri, Hilmi menerima Rp 34 miliar atas dukungan itu. "Yang terima Luthfi (mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq). Othman menyaksikan penyerahan Rp 34 miliar itu.
HILMI ANAK DANU MUHAMMAD PENTOLAN NII Pada 1971, Presiden Soeharto diduga menugaskan Ali Moertopo untuk mengendalikan manuver NII. Kemudian Moertopo memerintahkan Pitut Soeharto melaksanakan tugas ini. Akhirnya terjadi pertemuan sejumlah anggota NII di rumah Danu, Jalan Situ Aksan, Bandung, Jawa Barat. Akibat pertemuan itu, NII pecah dua menjadi NII Fillah dan dan NII Fisabilillah. NII Fillah setuju menghentikan kegiatan separatis mereka dan mendapat ampunan dari Soeharto, sedangkan kelompok kedua menolak tawaran bergabung. "Danu Muhammad Hasan termasuk menerima amnesti," kata Yusuf Dalam pertemuan itu, Ismail Pranoto terlambat hadir. Daud Beureuh dari Aceh lantas menunjuk Danu menjadi Panglima NII Jawa dan Madura. menurut informasi dari wartawan senior mewawancarai Pitut di rumahnya, Surabaya, Jawa Timur, Danu bekerja membantu Ali Moertopo di Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) pada 1971-1974. Atas bantuan Ali Moertopo pula, Hilmi bisa melanjutkan kuliah ke Madinah, Saudi, hingga tamat dari Fakultas Syariah akhir 1970-an.
ANGGARAN DASAR PARTAI DIRUBAH AGAR BERKUASA SEUMUR HIDUP Seperti inilah nasib para penentang Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hilmi Aminuddin. Dipecat. Korbannya antara lain Ketua Departemen Kewanitaan PKS Nursanita Nasution. Dia diberhentikan dari jabatannya setelah mendesak Hilmi soal uang dari Wiranto dalam musyawarah tiga lembaga tinggi di Jakarta. Ketika itu, Hilmi menjawab secara politis secara resmi partai belum pernah mendapatkan uang dari Wiranto. "Pertanyaannya, secara enggak resmi?" kata Yusuf Supendi, Pada putaran pertama pemilihan presiden 2004, Hilmi mendukung pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid. Padahal, 70 persen anggota majelis syuro memutuskan menyokong pasangan Amien Rais-Siswono Yudohusodo. Setelah kandidat ini takluk, Hilmi mengalihkan dukungan kepada duet Susilo Bambang Yudhoyono-Muhammad Jusuf Kalla, di babak penentuan. Karena dianggap melawan, Nursanita dilengserkan dari posisinya. "Yang memecat bukan dia, tapi orang lain disuruh olehnya," ujar Yusuf. Kemudian Muhammad Haikal. Dia kehilangan posisinya sebagai anggota Dewan Syariah PKS Wilayah DKI Jakarta karena mengirim pesan pendek kepada Mahfudz Siddik, Fahri Hamzah, dan Andi Rahmat, anggota Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat untuk kasus Bank Century. Di antara isinya harus tetap konsisten membela dakwah, tidak perlu mengikuti arahan Lembang (Hilmi). Lalu ada Fathuddin Jafar. Dia dicoret karena menerjemahkan surat peringatan disampaikan para tokoh senior PKS terhadap Hilmi ke dalam bahasa Arab. Terjemahan itu lantas dikirim kepada Syekh Abdul Qadir dari Madinah, salah satu donatur partai berlambang bulan sabit dan bintang itu. Yusuf menuding Hilmi otoriter. Dia mengklaim tidak ada yang berani membantah omongan Hilmi dalam rapat majelis syuro kecuali dirinya. Dia juga menuduh Hilmi telah menjadikan PKS untuk memenuhi kepentingan pribadi dan komplotannya. "Dalam anggaran dasar. ketua Majelis syuro akan tunduk dan patuh atas keputusan Majelis Syuro walau bertentangan dengan kehendak pribadi." Ambisi pribadi Hilmi termasuk ingin menjadi ketua majelis syuro seumur hidup. Yusuf telah mengingatkan Hilmi untuk segera mengakhiri masa jabatannya dalam sebuah pertemuan pada Maret 2004 di kediaman Salim Seggaf al-Jufir, Condet, Jakarta Timur. "Kang (Hilmi), akhirilah jabatan muraqib am (ketua majelis syuro) dengan khusnul khatimah optimal." tutur Yusuf kala itu. Sesuai anggaran dasar partai, Hilmi yang sudah dua kali terpilih pada 1995 dan 2000 harus berakhir masa jabatannya pada April 2005. Namun yang terjadi malah kebalikan. Anggota majelis syuro pada akhir Mei 2005 mengubah anggaran dasar. Masa jabatan ketua majelis syuro tadinya maksimal dua periode, diubah menjadi tanpa batas. |




